0leh: Fitri Amelia, S.Si


Daerah pantai Sumatera Barat terkenal memiliki Sumber Daya Alam yang cukup melimpah, baik di daratan (terestial) maupun di lautan. Ekosistem wilayah pesisir dan lautan Sumatera Barat meliputi perikanan, mangrove (hutan bakau), terumbu karang, padang Iamun dan rumput laut. Keindahan bentuk dan ekosistem yang ada di sekitar terumbu karang menjadi salah satu pariwisata bahari yang cukup digemari oleh wisatawan.


Terumbu karang adalah terumbu pantai (freeging reef) yang mempunyai kedalaman berkisar antara 7–10 meter. Daerah zonasi terumbu karang meliputi flat bagian atas, daerah tubir yang menghadap ke laut dan lereng terumbu. Terumbu karang berfungsi sebagai makanan ikan dan biota laut lainnya karena mengandung protein yang tinggi, tempat bertelur dan berkembangbiaknya biota laut terutama ikan, penghasil oksigen bagi biota laut, sumber obat-obatan alami, dan dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam untuk pendidikan dan penelitian. Selain itu kehadiran terumbu karang dapat mengurangi laju abrasi pantai.


Namun sayang, beberapa tahun terakhir ini potensi tersebut mulai mengalami kehancuran. Kondisi terumbu karang yang ada di perairan Sumatera Barat sudah sangat parah sekali yang diawali dengan terjadi pemutihan massal pada tahun 1997. Gejala pemutihan ini disebabkan oleh faktor alam seperti terjadinya pemanasan global atau penurunan suhu yang drastis dari kondisi normal (17oC-30oC), elnino, letusan gunung berapi, dan tsunami.


Kondisi ini bertambah parah akibat aktivitas manusia yang tidak memperdulikan kelestarian lingkungan. Padahal banyak nilai tambah yang bisa didapatkan bila kondisi lingkungan dijaga dengan baik. Pengeboman terumbu karang, penggunaan racun (sianida dan potasium) untuk menangkap ikan, eksploitasi terumbu karang besar-besaran untuk keperluan bangunan, penebangan mangrove dan peningkatan kekeruhan (sedimentasi) perairan mempercepat terjadinya kerusakan ekosistem terumbu karang.


Rendahnya minat masyarakat terhadap kelestarian lingkungan terutama terhadap ekosistem terumbu karang salah satunya disebabkan oleh tidak ada undang-undang perlindungan terumbu karang, kurangnya law enforcement dan pengawasan wilayah perairan belum intensif.


Tingkat kerusakan terumbu karang sudah sangat mengkhawatirkan. Kondisi ini harus kita perhatikan, karena perbaikan dan rehabilitasi terumbnu karang membutuhkan waktu yang lama. Di dalam terumbu karang terdapat karang keras dan lunak yang terbentuk oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh binatang karang. Melalui proses yang lama binatang karang yang kecil (polyp) membentuk koloni karang yang kental yang lama-lama membentuk terumbu karang yang besar. Proses ini membutuhkan waktu yang lama. Pertumbuhan normal terumbu karang diperkirakan sekitar satu milimeter/bulan sedangkan pertumbuhan melalui teknologi tinggi atau transpalasi yang membutuhkan biaya yang sangat besar hanya menghasilkan pertambahan tinggi sekitar satu sampai dua sentimeter/bulan. Dapat kita bayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan keadaan terumbu karang Sumatera Barat seperti sedia kala.


Untuk penyelamatan terumbu karang dibutuhkan penanganan yang serius dari berbagai lapisan baik pemerintah maupun masyarakat, diantaranya: dari berbagai lapisan baik pemerintah maupun masyarakat, diantaranya: pertama, perlunya engembangan ekonomi berbasis masyarakat. Selama ini metoda yang cenderung dikembangkan dalam pengelaan lingkungan adalah berfaham ekofasis, yaitu berupa pelestarian spesies tanpa memasukkan unsur manusia sehingga upaya konservasi tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat justru mendapat pertentangan. Pelestarian pengembangan ekonomi kawasan pesisir seperti budi daya laut pariwisata membutuhkan investasi yang cukup besar. Untuk itu pemerintah perlu mencari pola-pola pengembangan yang menguntungkan semua pihak. Seharusnya pemerintah membatasi usaha pengeksploitasian ikan melalui penyediaan wilayah tangkap bebas dan berusaha muntuk membuat suatu kegiatan yang mampu menciptakan pendapatan alternatif yang menarik masyarakat. Usaha itu merupakan salah satu cara untuk membangun ekonomi berbasis masyarakat. Kedua, mebuat suatu kebijakan berupa undang-undang yang mendorong terciptanya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan alam. Terakhir, dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga keseimbangan ekosistem terumbu karang tersebut tentunya dengan tidak adanya eksloitasi ikan secara berlebihan, menjaga panas perairan pada suhu 20oC-35oC, tersedianya cahaya yang cukup untuk proses fotosintesis, dan tidak terjadi kekeruhan serta menjaga tingkat salinitas air antara 32-35%.


Pemeliharaan lingkungan terutama ekosistem terumbu karang bukanlah hal yang mudah, namun bukan pula sesuatu hal yang tidak mungkin jika kita semua mau menyadari arti pentingnya terumbu karang bagi kita dan kelangsungan hidup biota laut lainnya.

Comments (0)